“Klien kami mendapatkan pesanan sarung tangan karet dari Spanyol. Maka sebelum itu klien kami berkonsultasi untuk mendapatkan KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor). Kemudian perizinan atas perusahan juga sudah lengkap,” papar Aditya.
Menurut Aditya, sebagai perusahaan baru, kliennya tidak ingin menemui masalah dalam merintis usaha. Maka, banyak melakukan konsultasi, yakni ke Dinas Lingkungan Hidup Sukoharjo dan ke Bea Cukai Surakarta.
Semua masukan dan petunjuk dari Bea Cukai Surakarta dilakukan. Semua perizinan sudah dipenuhi oleh PT Jannas. Sehingga, mulai memesan sarung tangan atau impor dari sebuah perusahaan di Malaysia, dimana nantinya oleh PT Jannas akan dikemas lagi untuk di ekspor ke Spanyol.
LPEI Jalin Kerjasama dengan PPATK, Kawal Penerapan Kaidah Tata Kelola Perusahaan
“Jadi untuk mendapatkan KITE ini, PT Jannas disyaratkan harus ada proses produksi. Oleh karenanya sarung tangan yang diimpor dari Malaysia itu 50% defect atau cacat kecil dan 50% good quality. Nantinya yang defect ini dilakukan finishing atau diproduksi ulang di Sukoharjo sehingga layak untuk diekspor dengan fasilitas KITE dari kantor Bea Cukai Surakarta,” paparnya.
Ketika barang impor PT Jannas dari Malaysia tiba di pelabuhan Tanjung Mas Semarang, barang tersebut diperiksa, dan secara sistem sudah dibuat Pemberitahuan Impor Barang (PIB) oleh Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK). Oleh sistem di pabean ditetapkan di jalur merah. Artinya harus diperiksa secara fisik dan dokumen.
“Diperiksa secara fisik disaksikan oleh petugas Bea Cukai dan oleh perwakilan PPJK. Kemudian setelah dicek akhirnya (Pejabat Fugsional Pemeriksa Dokumen) PFPD menerbitkan Surat Pemberitahuan Pengeluaran Barang (SPPB) pada 26 Januari 2021. Artinya secara fisik dan dokumen barang tersebut sudah sesuai dan bukan barang larangan,” papar Aditya.