JURNAL HARIANKOTA, MALANG – Keberhasilan Indonesia sebagai tuan rumah Group of Twenty (G20) di tengah invasi Rusia ke Ukraina patut diapresiasi. Hal itu telah membuktikan bahwa sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki kekuatan dan tidak bisa dimonitor negara maju manapun.
Hal tersebut di ungkapkan oleh Direktur Jendral Kerjasama Multilateral Tri Tharyat, SH. LL.M pada Sharing Session terkait isu-isu strategis hasil presidensi G-20.
Adapun acara tersebut diselenggarakan oleh Direktorat Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada 29 November 2022 lalu.
Curi Perhatian, Stand Produk Aromaterapi dan Cokelat Bali Diserbu Para Delegasi G20
Lebih lanjut, Tri menjelaskan, setelah menerima estafet kepemimpinan G20 dari Italia, Indonesia tidak pernah membayangkan akan ada invasi Rusia ke Ukraina yang mengubah pola hubungan antar anggota G20.
Karena sejak berdirinya G20, tidak ada situasi seperti itu. Kejadian itu membuat Indonesia mendapat banyak tekanan dari berbagai negara seperti Australia, Korea, Jepang, dan lainnya.
“Banyak orang mengira konflik Rusia-Ukraina hanya berlangsung dalam waktu sebulan saja. Nyatanya invasi itu terjadi sampai sekarang. Bukannya membaik, tetapi malah makin kisruh. Pada akhirnya, konflik tersebut tidak hanya berdampak kepada Eropa saja, tapi juga seluruh dunia yang mengganggu stabilitas perekenomian.
LPEI Dampingi UMKM Naik Kelas, Buka Pameran di Perhelatan G20 di Bali
Hal tersebut menghasilkan triple crisis di berbagai negara yaitu krisis keuangan, pangan dan juga energi. Oleh sebab itu, Indonesia sangat berusaha untuk bisa menyelesaikan krisis ini sebagai bentuk menjaga perdamaian dunia,” jelas Tri.
Penyelenggaraan KTT G20 tidak hanya membahas terkait ekonomi, tetapi juga membahas isu lainnya seperti dampak pandemi.
Selain itu juga ada isu pangan dan pertanian, kesehatan, pariwisata dan kebudayaan, serta perempuan. Tujuan awal pembangunan berkelanjutan tahun 2030 mengalami perenggangan karena pandemi.