Demikian pula dengan adanya penambahan aset tanah Desa Gedangan yang disebutkan merupakan pemberian dari seorang pengusaha. Jika prosesnya tidak melibatkan DPRD Sukoharjo, termasuk juga tidak melalui musyawarah desa (Musdes), maka juga menjadi tidak sah.
“Setiap aset daerah yang dipindah tangankan entah itu berupa tanah, atau gedung, baik keluar (dijual-Red) maupun masuk (tambah aset-Red) maka harus ada persetujuan DPRD. Seperti kasus tukar guling aset tanah Desa Gedangan ini, dewan juga harus tahu,” tegas Kusumo.
Kusumo pun mengapresiasi respon positif yang disampaikan Ketua DPRD Sukoharjo, dimana akan segera memanggil semua pihak, baik pejabat lama maupun yang baru, tokoh masyarakat, termasuk PT. PSP selaku pelaku tukar guling tanah aset Desa Gedangan.
Palsukan Cap Tanda Tera Timbangan, Petugas Metrologi Gadungan Diringkus Satreskrim Polres Sukoharjo
“Kami minta setelah dilakukan pemanggilan terhadap semua pihak yang terkait dalam kisruh ini, DPRD supaya membuat sebuah kesimpulan. Apakah tanah seluas 3.000 m2 di Desa Parangjoro itu milik Desa Gedangan atau bukan. Kalau itu memang tanah bondo desa, kami minta DPRD bisa melakukan upaya mengembalikan tanah itu,” tegasnya.
Seperti diketahui, kisruh tanah aset desa ini bermula dari tukar guling dengan PT. PSP pada tahun 1988. Tanah seluas 16 hektar milik Desa Gedangan ditukar dengan tanah di Desa Parangjoro dengan luas yang sama. Diantara luas tanah itu termasuk tanah seluas 3.000 m2, nomor persil 130, patok 79 yang sudah masuk dalam catatan administrasi bondo desa namun belum bersertifat atas nama Desa Gedangan.
Dari hasil penelusuran tim penyelamat aset Desa Gedangan, ditemukan fakta bahwa pada tanggal 14 Januari 2018, terjadi penghapusan aset tanah seluas 3.000 m2 itu dari catatan buku bondo desa. Tanah telah beralih kepemilikan menjadi milik perseorangan. Anehnya, Desa Gedangan juga mendapat penambahan aset tanah seluas 2.850 m2 pemberian dari pengusaha pembeli tanah 3.000 m2 yang diduga milik desa itu. (Sapto)