Namun begitu, kasus pemaksaan pemakaian jilbab di Bantul tidak bisa dijadikan tolok ukur nasional tentang adanya pengabaian nilai -nilai luhur Pancasila.
“Kalau saya lihat ketika kunker di seluruh wilayah Indonesia, toleransinya sudah luar biasa. Kalau toh ada kejadian intoleransi, itu hanya tertentu di satu tempat saja,” sebut Toha.
Mengantisipasi agar kejadian yang sama tidak terulang, maka menurut Toha, perlu ada sosialisasi secara masif untuk memberi pengertian. Tidak hanya kepada masyarakat biasa, tapi juga dilingkungan sekolah.
Covid-19 di Indonesia Kembali Naik, 5 Daerah jadi Penyumbang Kasus Tertinggi
“Contohnya seperti sosialisasi hari ini, yang kami undang juga ada guru, dan dosen. Nanti guru-guru ini yang akan mensosialisasikan tentang nilai -nilai luhur Pancasila di sekolah masing-masing,” imbuhnya.
Ditempat yang sama, Direktur Pelembagaan dan Rekomendasi BPIP, Johan Johor Mulyadi mengaku, pihaknya sudah mendapat informasi dari pihak ketiga tentang peristiwa itu.
“Peristiwa itu juga masuk dalam radar (pantauan-Red) kami, di Direktorat Penyusunan Rekomendasi Kebijakan dan Regulasi,” kata Johan yang juga menjadi narasumber sosialisasi.
Bupati Pemalang Kena OTT KPK, Ganjar Pranowo Tunggu Perkembangan
Dalam setiap program, menurut Johan, BPIP melakukan kajian-kajian bekerjasama dengan para pakar hukum dari 30 universitas di Indonesia untuk mengkaji peraturan-peraturan.
“Terkait peristiwa (pemaksaan pemakaian jilbab) terhadap siswi di (Bantul) DIY ini bukan yang pertama. Kami juga pernah menemukan peristiwa yang sama di Kota Padang, Sumatera Barat,” ungkapnya.
Johan mengatakan, antara peristiwa di Bantul dan di Kota Padang memiliki latar belakang hampir mirip, yakni peraturan yang digunakan pihak sekolah untuk memaksa siswinya berjilbab.
Kunker di Solo, Menko PMK Muhadjir Effendy Tinjau Pembangunan Rumah Sakit UMS