Sementara itu, Prof. Akhsanul In’am, Ph.D. selaku Direktur Program Pascasarjana UMM mengapresiasi disertasi yang disusun oleh Ali Fauzi. Hal itu tak lepas dari pembahasan terkait moderasi beragama.
Baginya, kajian tersebut sangat penting untuk dibahas serta dibagikan ke masyarakat. “Dalam beragama, sebisa mungkin kita menjadi orang baik dengan tidak terlalu ke kiri dan tidak terlalu ke kanan,” terangnya.
In’am, menyampaikan bahwa UMM selalu memberi kesempatan bagi siapapun untuk belajar dan berubah menjadi pribadi yang lebih baik, tak terkecuali mantan teroris seperti Ali Fauzi. Sebab, menurutnya UMM dapat memberi wawasan yang luas dan pengerahuan sesungguhnya dalam beragama.
Temuan 13 Sapi Diduga Terinfeksi LSD, Dispertan Sukoharjo Kerahkan Tim Penanggulangan
“Seperti kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Pak Haidar Nasir, bahwa kita harus mengambil jalan tengah. Tidak terlalu ke kiri dan tidak terlalu ke kanan”.
Selain Ali, sebelumnya ada mahasiswa non muslim dari Australia yang mengambil S3 di Pendidikan Agama Islam. Hal itu membuktikan tingkat inklusivitas UMM yang tinggi. Itu juga upaya Kampus Putih untuk menyiarkan masyarakat bahwa Islam yang diajarkan meruakan Islam yang menyejukkan.
“Sekarang Pak Fauzi bergelut di Muhammadiyah dan dapat aroma parfumnya. Kalau dulu bergelut dengan pandai besi dan kena percikan api, sekarang dapat bau parfum, terutama dari UMM. Jadi, siapapun boleh belajar Islam di sini, selama niatnya adalah berubah menjadi lebih baik. Faktanya, Pak Ali kini memiliki yayasan yang mengedepankan moderasi beragama,” pungkasnya. (ARM)