Mahasiswa UMM Ciptakan Alat Deteksi Rematik

Alat tersebut telah diuji cobakan kepada lebih dari 100 sampel dan mendapatkan respon yang positif

12 Agustus 2024, 18:49 WIB

MALANG, JURNAL HARIANKOTA – Penyakit rheumatoid arthritis atau rematik merupakan penyakit autoimun dengan gangguan peradangan jangka panjang pada sendi. Umumnya penyakit ini sering ditemui pada lansia, tetapi tidak menutup kemungkinan orang dewasa ataupun para remaja juga dapat mengalaminya.

Maka dari itu Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) berinovasi ciptakan alat pendeteksi dini penyakit rheumatoid arthritis melalui kuku.

Mereka adalah Nuri Vhirdausia, Frenischa Yincenia W, dan Desta Karina yang merupakan mahasiswa Program Studi (Prodi) Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes), serta ada juga Abi Mufid Octavio dan Muhammad Lutfi yang merupakan mahasiswa Prodi Teknik Mesin Fakultas Teknik (FT).

Abi Mufid Octavio menjelaskan bahwa jika penyakit rheumatoid arthritis ini sudah memasuki masa akut, maka tidak dapat disembuhkan sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan.

Maka perlu adanya identifikasi sedini mungkin untuk mengetahui seseorang berpotensi terkena penyakit rematik atau tidak. Menariknya, alat tersebut telah diuji cobakan kepada lebih dari 100 sampel dan mendapatkan respon yang positif.

“Sampel kami ada banyak mulai dari remaja, dewasa, dan lansia. Setelah menggunakan alat kami untuk deteksi dini kemudian melakukan re-check lebih lanjut ternyata didapati hasil yang efektif,” jelasnya.

Abi sapaan akrabnya melanjutkan bahwa alat tersebut bekerja dengan menganalisis kondisi kuku, mulai dari tekstur, ridging atau berlubang, kuku menguning, rapuh dan pendarahan serpihan.

Yang mana kondisi visual tersebut tidak dapat dilihat secara langsung lewat mata telanjang. Selanjutnya jika ditemukan indikasi rematik, maka akan dilakukan observasi lebih lanjut dengan dokter.

“Indikasi rematik itu ada banyak, dan alat kami bertugas untuk memvisualisasi hasil dari kuku yang telah difoto untuk diidentifikasi lebih lanjut,” lanjutnya.

Tentu, setiap inovasi yang dibuat pasti mengalami kesulitan dalam pengembangannya, itu juga berlaku bagi Abi bersama dengan timnya. Ia mengaku memerlukan waktu lebih dari satu bulan untuk melakukan pengembangan untuk inovasi tersebut.

Berita Lainnya

Berita Terkini