Sidang Praperadilan Kasus Pesilat, Pemohon Kecewa Kinerja Polres Boyolali

Berdasarkan bukti surat itu, penyidik dinilai tidak menggunakan dasar surat visum dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka

3 September 2024, 18:34 WIB

BOYOLALI, JURNAL HARIANKOTA – Sidang lanjutan gugatan praperadilan dengan termohon Polres Boyolali, Hendrik Kusnianto kuasa hukum dua pesilat Rizal Saputra (19) dan Tegar Yusuf Bahtiar (19), selaku pemohon, mengaku kecewa dengan cara kerja penyidikan yang dilakukan tim penyidik Polres Boyolali.

Hal itu diungkapkan Hendrik usai sidang lanjutan prapreadilan Rizal dan Tegar di Pengadilan Negeri (PN) Boyolali dengan hakim tunggal, Andika Bimantoro, pada Selasa (3/9/2024). Dalam sidang itu, ia menyampaikan bukti ketidakberesan penyidik Polres Boyolali dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka.

“Bukti surat itu untuk membuktikan jika proses penyidikan hingga klien kami ditetapkan sebagai tersangka itu dilakukan pada tanggal yang sama yakni 31 Juli. Mereka ditetapkan sebagai tersangka pada waktu dan di hari yang sama dengan terbitnya laporan polisi dan perintah penyidikan,” bebernya.

Cepatnya proses itu menimbulkan kecurigaan tim kuasa hukum tersangka. Bagaimana bisa proses hukum acara pidana yang sangat kompleks dapat dilakukan di hari yang sama oleh termohon (Polisi). Termasuk mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan kliennya sebagai tersangka.

“Jadi tanggal 31 Juli itu sprindiknya (Surat Perintah Penyidikan) baru keluar. Pada tanggal itu juga ada pemeriksaan saksi, ada pemeriksaan ahli, dan klien kami ditetapkan tersangka,” ujar Hendrik.

Dalam sidang, tim kuasa hukum juga memberikan surat hasil otopsi yang dilakukan ahli. Disebutkan bahwa, surat hasil otopsi itu baru keluar pada 9 Agustus atau 9 hari setelah dua kliennya ditetapkan sebagai tersangka.

“Kami mempertanyakan pemeriksaan ahli (pada 31 Juli) ini ahli apa yang diajukan, mengingat tanggal 9 Agustus itu visum et repertum atau hasil visumnya baru keluar. Artinya dua klien kami ini ditetapkan dalam kasus kekerasan tanpa adanya bukti surat visum et Repertum,” sebutnya.

Berdasarkan bukti surat itu, penyidik dinilai tidak menggunakan dasar surat visum dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka. Menurut Hendrik, penetapan dua kliennya sebagai tersangka pada tanggal 31 Juli tak berdasarkan dengan hasil otopsi.

“Bukti surat itu sangat penting sebagai bukti jika korban benar-benar meninggal dunia akibat dari pemukulan yang dilakukan kliennya. Dengan tidak adanya surat Visum Et Repertum itu, maka penetapan klien kami sebagai tersangka kabur,” paparnya.

“Padahal dalam perkara ini (penganiayaan hingga mengakibatkan korban meninggal dunia) hasil otopsi menjadi hal yang sifatnya mendasar. Karena itu akan menentukan penyebab kematian korban,” sambung Hendrik.

Berita Lainnya

Berita Terkini