BOYOLALI, JURNAL HARIANKOTA – Pengadilan Negeri (PN) Boyolali menggelar sidang perdana kasus penganiayaan yang berujung korban, Aan Henky Damai Setianto meninggal dunia. Dari empat terdakwa, dua diantaranya, yakni LAR dan RM yang masih berstatus anak disidangkan terlebih dulu.
Mengingat LAR dan RM usianya masih dibawah 17 tahun, majelis hakim sebelum sidang yang digelar secara tertutup dengan agenda pembacaan dakwaan, melaksanakan upaya ‘Diversi’ yaitu pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Hanya saja, upaya Diversi ini gagal terlaksana lantaran dari pihak keluarga korban tetap menginginkan dua anak yang juga terlibat melakukan penganiayaan itu diadili. Dalam kasus ini, LAR dan RM sebenarnya terancam hukuman dibawah 7 tahun.
“Tadi sudah ditawarkan (Diversi). Ternyata (keluarga korban) tidak bersedia. Jadi ketika tidak bersedia berarti mulai persidangan,” kata Juru Bicara PN Boyolali, Lis Susilowati, usai persidangan pada, Rabu (21/8/2024).
Agenda sidang perdana ini kemudian tetap lanjut dengan diawali memeriksa identitas anak yang berhadapan dengan hukum dan setelah itu pembacaan surat dakwaan. Dan, karena pihak kuasa hukum terdakwa menyatakan keberatan atas materi surat dakwaan, sidang kemudian diputuskan ditunda.
“Untuk sidang hari ini ditunda karena akan ada pengajuan keberatan dari pihak (kuasa hukum) pelaku anak,” terang Lis.
Dihadapan majelis hakim yang dipimpin Dwi Hananta, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa RM dan LAR dengan pasal 80 ayat 3 Undang-undang Perlindungan Anak, Junto pasal 55 Ayat 1 kesatu KUHP.
“Kemudian subsidernya pasal 80 ayat 1 Undang-undang perlindungan anak junto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Selain itu, JPU juga membacakan pasal alternatif untuk mendakwa dua anak yang berhadapan dengan hukum ini,” ungkapnya.
Mengutip dakwaan JPU, Lis menyebut, RM dan LAR bisa dikenakan pasal 170 ayat 2 ketiga KUHP. Kemudian subsidernya pasal 170 ayat 2 kesatu KUHP. “Jadi itu memang dakwaan alternatif subsider,” imbuh Lis.
Sementara, kuasa hukum terdakwa, Sarif Kurniawan dari LKBH PSHT, menyoroti adanya upaya Diversi yang dilakukan majelis hakim. Dalam penilaiannya, sejak awal sesuai BAP yang diterima, kliennya dijerat pasal 80 ayat 3 Undang -undang Perlindungan Anak yang menyebabkan kematian. Di pasal itu upaya Diversi tidak ada.
“Tapi di sini menarik. Karena majelis hakim memberikan ruang mediasi tersebut,” ujarnya.
Menyinggung soal keberatan atas materi dakwaan yang dibacakan JPU, Sarif menjelaskan, bahwa pihaknya akan menyampaikan ke majelis hakim pada sidang lanjutan yang akan digelar pada, Jum’at (23/8/2024).
“Tadi kami langsung mengajukan keberatan. Sehingga sidang berikutnya kami akan sampaikan eksepsi terhadap dakwaan tersebut,” pungkas Sarif. (Sapto)