SUKOHARJO, JURNAL HARIANKOTA– Sidang lanjutan perkara pemalsuan dokumen syarat nikah dengan terdakwa Ikhsan Nur Rasyidin (31) warga Plumbon, Mojolaban, digelar Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo, Senin (5/5/2025).
Dalam sidang ini, ada tiga saksi yang dihadirkan, terdiri dua orang laki-laki yang mendampingi terdakwa melamar dan satu orang perempuan yang tak lain adalah istri sah terdakwa.
Agung (46) warga Plumbon Mojolaban, dan Slamet (54) warga Polokarto, adalah dua saksi yang mendampingi terdakwa melamar korban yang berinisial EAP (23) warga Jetis, Sukoharjo. Status korban saat itu masih gadis.
Kepada majelis hakim, Agung dan Slamet, mengaku tidak tahu jika terdakwa sudah memiliki istri sah dan seorang anak. Mereka berdua diminta terdakwa mendampingi melamar korban.
“Saat itu tahun 2020 yang bersangkutan (terdakwa-Red) minta tolong saya untuk menemani melamar seorang perempuan. Saya memang tidak tahu jika yang bersangkutan ini sudah beristri,” kata Agung ditemui usai sidang.
Agung mengaku mengenal Ikhsan saat memulai buka bisnis usaha jasa laundry, dimana saat itu Ikhsan bekerja sebagai penyuplai alat-alat laundry. Usaha laundry dirintis Agung sejak 2017.
“Saya baru tahu bahwa yang bersangkutan itu sudah beristri, ya setelah mendapat panggilan dari Polres Sukoharjo untuk dimintai keterangan. Jadi saya memang kenal tapi tidak terlalu dekat, hanya sebatas dalam usaha laundry saja,” terangnya.
Lamaran dilakukan pada 2020 saat ada PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) karena wabah Covid-19. Terdakwa minta tolong Agung mendampingi melamar dengan alasan tidak bisa menghadirkan anggota keluarganya karena ada PPKM.
“Saya kemudian mengajak Pak Slamet, teman saya yang lebih tua. Pak Slamet ini kemudian menjadi juru bicara ‘tembungan’ (lamaran-Red) itu. Saya waktu itu sempat bertanya kepada yang bersangkutan kenapa yang melamar bukan keluarganya. Tapi alasannya, keluarganya tidak bisa hadir karena ada PPKM,” terangnya.
Atas jasanya itu, Agung dan Slamet mengaku tidak diberi imbalan apapun oleh terdakwa ketika mendampingi melamar korban. Bahkan hingga terdakwa melangsungkan pernikahan, juga tidak ada ucapan terima kasih.
“Nggak ada. Dari melamar sampai nikah, hingga hari ini pun ucapan terima kasih tidak ada. Nol rupiah. Saat yang bersangkutan menikah, saya juga dapat undangannya,” imbuhnya.
Diketahui, dalam sidang dengan nomor perkara 46/Pid.B/2025/PN Skh ini, majelis hakim mendakwa Ikhsan dengan jerat Pasal 263 Ayat (1) dan Ayat (2) KUH Pidana tentang pemalsuan dokumen. Ancaman hukumannya penjara paling lama enam tahun.
Sementara, Asri Purwanti selaku kuasa hukum korban mengatakan, kasus ini bermula dari perkenalan korban yang saat itu masih gadis sering didatangi terdakwa. Korban sendiri ketika itu berjualan minuman jus dan terdakwa merupakan pelanggannya.
“Terdakwa mengaku masih bujangan bekerja sebagai PNS, lulusan Fakultas Tehnik UGM. Terdakwa juga mengaku beralamat di Sambeng, Banjarsari, Solo. Tapi semua itu ternyata hanya modus untuk mengelabui klien kami,” kata Asri.
Asri yang juga Ketua DPD KAI Jateng mengungkapkan, kedok terdakwa baru terbongkar saat korban hamil tiga bulan hendak membuat Kartu Keluarga (KK) baru terpisah dari KK orang tuanya.
“Jadi, korban ini mengurus sendiri ke Disdukcapil Sukoharjo serta menyelidiki asal usul terdakwa, hingga akhirnya tahu bahwa selama ini telah ditipu,” terangnya.
Saat mengurus dokumen di Disdukcapil serta berupaya mencari tempat tinggal terdakwa, korban mendapat keterangan bahwa terdakwa sebenarnya sudah beristri dan memiliki anak.
“Jadi dokumen yang digunakan terdakwa seperti KTP dan yang lainnya untuk syarat menikah dengan korban, semua nggak benar alias palsu,” ungkap Asri.
Dalam perkara ini, istri sah terdakwa yang mengetahui suaminya diam-diam menikah lagi, mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama (PA) Sukoharjo pada 2022 lalu untuk membatalkan perkawinan terdakwa dengan korban. Gugatan itu dikabulkan sehingga status perkawinan terdakwa dengan korban gugur.
“Setelah menikah, korban dan orang tuanya sebenarnya juga curiga dengan kebiasaan terdakwa. Yang bersangkutan ini kalau Senin sampai Kamis alasannya kerja keluar kota, tapi ternyata tidur di tempat istrinya yang sah. Kemudian Jum’at sampai Minggu tidur di rumah korban,” tutup Asri (Sapto/ SKH)