SUKOHARJO, JURNAL HARIANKOTA – Guru besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Prof. Dr. Aidul Fitriciada Azhari, S.H., M.Hum, angkat bicara terkait kasus advokat bernama Zaenal Mustofa (ZM) yang terjerat kasus hukum menjadi tersangka pemalsuan dokumen transfer kuliah.
Mantan Dekan FH UMS periode 2006-2010 ini menyatakan bahwa transkrip nilai yang digunakan ZM untuk menempuh studi di FH Universitas Surakarta (UNSA) sebagai mahasiswa transfer dari FH UMS pada 2009 silam patut diduga juga palsu.
Sebagai Dekan FH UMS kala itu, Aidul memastikan bahwa tanda tangan yang tertera pada dokumen transkrip nilai tersebut bukan tanda tangannya. Tanda tangan itu sangat berbeda dengan tanda tangan asli miliknya.
“Pemalsuan tanda tangan tersebut menunjukkan adanya tindakan yang dilakukan secara sadar dan didasari oleh niat jahat untuk menggunakan tanda tangan saya demi tujuan menguntungkan diri sendiri oleh saudara ZM,” kata Aidul, Senin (19/5/2025).
Tindakan pemalsuan tanda tangan tersebut telah memberikan keuntungan secara pribadi kepada ZM untuk menempuh pendidikan hukum di FH UNSA dan memperoleh gelar sarjana hukum yang kemudian menjadi syarat baginya untuk berprofesi sebagai advokat.
Aidul mengaku dengan senang hati mengikuti proses hukum untuk pemeriksaan di Polres Sukoharjo dengan menghadap ke Kapolres. Ia mengonfirmasi kebenaran atas tanda tangan miliknya yang telah dipalsukan itu.
Dokumen transkrip nilai yang dibawa kepolisian dan diperlihatkan kepadanya adalah dokumen transkrip nilai mahasiswa FH UMS tertanggal 12 Mei 2009 dengan nama tertulis Zaenal Mustofa alias ZM. Pada tahun itu, Aidul menjabat sebagai Dekan FH UMS sebagaimana tertulis dalam transkrip nilai.
Aidul kemudian mengonfimasinya dengan membawa bukti dokumen akademik lain yang disertai tanda tangannya pada tahun 2006 hingga 2010. Dokumen dari Aidul yang terdapat tanda tangannya itu disandingkan dengan dokumen transkrip nilai yang digunakan ZM.
“Tanda tangan dekan yang tertera pada transkrip nilai tersebut berbeda dan sama sekali bukan tanda tangan saya. Saya pun tidak mengenal tanda tangan tersebut. Atas dasar itu, saya dapat memastikan bahwa telah terjadi pemalsuan tanda tangan atas nama saya selaku Dekan FH UMS,” tegasnya.
Ketua Komisi Yudisial (KY) periode 2016-2018 tersebut juga mengatakan, tidak menutup kemungkinan baginya untuk melaporkan ZM ke pihak kepolisian atas tindak pidana pemalsuan dokumen atau tindak pidana pemalsuan tanda tangan yang telah merugikannya baik secara imaterial maupun material.
Jika mengacu pada Undang-undang pendidikan nasional, akan memungkinkan gelar yang dimiliki ZM akan ditangguhkan atau bahkan dicabut, bergantung pada putusan pengadilan nanti.
ZM sendiri adalah salah satu penggugat keabsahan ijazah SMA Presiden ke-7 Joko Widodo. Ia termasuk sebagai anggota Tim Tolak Ijazah Palsu Usaha Gakpunya Malu (TIPU UGM). Belakangan ia menyatakan mundur dari tim setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Sukoharjo.
Diketahui, perkara ini bermula dari laporan Asri Purwanti Ketua Konggres Advokat Indonesia (KAI) Jateng, yang menyoal keaslian dokumen transfer kuliah ZM dari UMS ke UNSA. Asri melaporkan ZM ke Polres Sukoharjo pada 2023 lalu.
Dalam laporannya, Asri selain menyerahkan sejumlah bukti dokumen juga menghadirkan saksi. Saksi yang dibawa merupakan mantan mahasiswa FH UMS pemilik NIM asli (C100010099) bernama Anton Wijanarko yang dicatut ZM dan satu saksi lagi teman satu angkatan Anton.
Untuk membuktikan bahwa ZM telah melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen, Asri juga mendatangi BAA UMS bersama Anton untuk memastikan bahwa ZM sama sekali tidak pernah terdaftar sebagai mahasiswa FH UMS. (Sapto/SKH)