“Dengan tidak adanya surat bukti visum et repertum, maka penetapan dua klien kami sebagai tersangka ini menjadi kabur,” ujarnya.
“Yqng jadi pertanyaan, apakah iya korban yang meninggal dunia pada 30 Juli 2024 itu akibat pemukulan yang terjadi pada 14 Juli dan 26 Juli?,” sambung Sarif.
Selaku kuasa hukum tersangka, Sarif juga mengaku bahwa hingga saat ini pihaknya sama sekali belum menerima salinan surat visum et repertum atau salinan hasil otopsi korban.
“Kejanggalan berikutnya adalah dalam proses pemeriksaan, dua klien kami menyatakan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tak mau didampingi pengacara. Namun di BAP itu dibawahnya ada tanda tangan pengacara. Ini bagaimana Polres Boyolali?,” ujar Sarif.
Disisi lain, Sarif mengaku bahwa permohonan gugatan praperadilan dengan termohon Kapolri ini sama sekali bukan bertujuan untuk menantang polisi.
“Intinya, kami ingin memberikan saran bagi polisi agar dalam bekerja sesuai prosedur. Karena ini menyangkut keadilan hukum bagi masyarakat yang sedang berperkara,” ucapnya
Oleh karenanya, temuan kejanggalan yang dijadikan dasar permohonan gugatan praperadilan itu harapannya dapat diuji didepan majelis hakim di Pengadilan.
“Sebenarnya fungsinya hanya untuk kontrol terhadap kepolisian, agar ketika nanti menangani perkara tidak serta merta atau salah prosedur dalam penanganan,” imbuh Sarif.
Sementara, Humas PN Boyolali, Tony Yoga Saksana, membenarkan adanya permohonan praperadilan atas kasus kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
Setelah proses verifikasi administrasi pendaftaran yang dilakukan panitera selesai dan dinyatakan lengkap, Ketua PN Boyolali akan menunjuk hakim yang akan menyidangkan praperadilan yang diajukan pemohon.
“Kalau dari adminitrasi pendaftaran sudah lengkap. Sudah selesai, baik secara manual atau elektronik, baru disampaikan ke Pak Ketua PN,” pungkas Tony. (Sapto)