Dirugikan, Nelayan Kota Tegal Audiensi ke Kantor DPRD

HNSI Kota Tegal menuntut penambahan Wilayah Pengelolaan Perikanan menjadi 2 titik yakni 711 dan 712, revisi PP No 5 th 2021 tentang sanksi terhadap pelanggaran wilayah tangkapan sebesar 1000 persen menjadi maksimal 100 persen

29 Juni 2024, 22:11 WIB

TEGAL, JURNAL HARIANKOTANelayan Kota Tegal yang tergabung dalam HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) melakukan audiensi di Kantor DPRD Kota Tegal dengan Kusnendro, Ketua DPRD Kota Tegal, Jum’at (28/6/24) 7 tuntutan diajukan.

HNSI Kota Tegal menuntut 7 hal yakni penambahan WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) menjadi 2 titik yakni 711 dan 712, revisi PP No 5 th 2021 tentang sanksi terhadap pelanggaran wilayah tangkapan sebesar 1000 persen menjadi maksimal 100 persen, penurunan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dari 10 persen menjadi maksimal 5 persen, menolak Kepmen No. 29 tahun 2024 tentang Harga Acuan Ikan (HAI) yang dinilai sangat rendah, stabilisasi harga ikan, penerapan harga solar industri khusus nelayan”, ungkap Ketua HNSI Kota Tegal, Eko Susanto.

“Memang tuntutan tersebut tidak dapat ditindaklanjuti langsung oleh DPRD Kota Tegal maupun Pemerintah Kota Tegal, namun kami berharap Pemkot dan Ketua DPRD Kota Tegal dapat menjembatani untuk bertemu dengan DPR RI maupun Kementerian KKP RI”, lanjut Eko.

Eko juga menambahkan, permasalahan tersebut sangat merugikan nelayan Kota Tegal. Bisa saja nelayan akan berkurang satu per satu, lama kelaman akan hilang.

Ketua DPRD Kota Tegal, Kusnendro menanggapi bahwa dirinya akan mencari waktu untuk rapat dengar pendapat dengan DPR RI Komisi IV untuk dapat menyuarakan permasalahan nelayan di Kota Tegal.

“Permasalahan HNSI Kota Tegal bukan hanya terjadi kepada nelayan Kota Tegal, namun seluruh nelayan di Indonesia, maka akan lebih baik jika HNSI Pusat dapat langsung mengajukan audiensi dengan DPR RI sehingga penyelesaian masalah akan lebih cepat”, ujar Pj Walikota Tegal, Dadang Somantri.

Dadang juga memberikan saran bahwa permasalah nelayan tersebut perlu ditambahkan analisis dari para ahli kemudian dapat dipaparkan kepada pemerintah pusat maupun DPR-RI supaya lebih diperhatikan dan meyakinkan. (Uzi)

Berita Lainnya

Berita Terkini