SUKOHARJO, JURNAL HARIANKOTA– Sidang seorang laki-laki insial INR (31), warga Plumbon, Mojolaban, Sukoharjo, terdakwa pemalsuan dokumen untuk nikah lagi terus berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo.
Pada sidang ke tiga pada, Senin (28/4/2025), agendanya pemeriksaan pembuktian dari Jaksa Penuntut UMum (JPU) dengan menghadirkan sejumlah saksi. Saksi yang diperiksa terdiri instansi pemerintah yang berkaitan dengan penerbitan dokumen kependudukan dan pernikahan.
Saksi yang diperiksa dari Disdukcapil Surakarta, KUA Banjarsari, Kelurahan Mangkubumen (Solo), Kelurahan Jetis (Sukoharjo), KUA Sukoharjo. Instansi- instansi tersebut diminta keterangannya karena berkaitan dengan surat keterangan yang dipakai sebagai syarat nikah terdakwa.
Dengan dokumen yang diduga sengaja dipalsukan itu, digunakan terdakwa menikahi seorang gadis insial EAP, warga Jetis,Kecamatan/Kabupaten Sukoharjo. EAP yang merupakan korban, kini berusia 23 tahun dan memiliki seorang anak hasil pernikahan dengan terdakwa.
Kuasa hukum EAP, Asri Purwanti, menjelaskan kehadiran para saksi dari instansi dua pemerintah daerah dalam persidangan dimaksudkan untuk memperjelas bahwa terdakwa benar-benar telah melakukan pemalsuan dokumen.
“Terdakwa semula mengaku warga Kota Solo dengan status bujangan. Ia membuat surat atau dokumen palsu untuk numpang nikah di Sukoharjo. Dari persidangan tadi, ternyata dari Kelurahan Mangkubumen tidak pernah ada surat rekomendasi numpang nikah ke Kelurahan Jetis. Datanya dari terdakwa semua nggak benar,” bebernya.
Demikian pula keterangan dari KUA Banjarsari, menyampaikan di hadapan majelis hakim bahwa sama sekali tidak pernah mengeluarkan surat keterangan numpang nikah di KUA Sukoharjo untuk terdakwa.
“Ternyata semua dokumen yang digunakan terdakwa datanya nggak benar, termasuk nama kepala KUA yang dicatut, nomor register, dan tanda tangannya. Nama pejabat yang dicantumkan sama, namun tanda tangannya nggak sama,” ujar Asri yang juga Ketua DPD KAI Jateng.
Dijelaskan, dari keterangan para saksi tersebut sudah membuktikan bahwa terdakwa melamar dan menikahi korban menggunakan dokumen atau data yang sengaja dipalsukan. Terdakwa sendiri ternyata sudah mempunyai istri sah.
“Klien kami ini tertipu luar dalam oleh terdakwa. Sekarang klien kami sudah punya anak umur 2 tahun hasil pernikahannya dengan terdakwa. Anak tersebut sekarang ikut ibu korban (nenek-Red) yang sebenarnya saat ini tidak bekerja akibat kena PHK,” ungkapnya.
Diketahui, terdakwa dengan dokumen palsu dinikahkan oleh orang tua korban disaksikan para tetangga pada, 17 September 2021. Saat itu, korban dan orang tuanya sama sekali tidak tahu jika terdakwa sudah punya istri.
Kedok terdakwa baru terbongkar saat korban hamil tiga bulan hendak membuat Kartu Keluarga (KK) baru terpisah dari KK orang tuanya. Korban yang mengurus sendiri ke Disdukcapil Sukoharjo serta menyelidiki asal usul terdakwa, akhirnya tahu bahwa selama ini telah ditipu.
“Saat mengurus dokumen ke Disdukcapil serta berupaya mencari tempat tinggal terdakwa, korban mendapat keterangan bahwa terdakwa sebenarnya sudah beristri dan memiliki anak. Jadi dokumen yang digunakan terdakwa seperti KTP dan yang lainnya untuk menikah dengan korban, semua nggak benar alias palsu,” beber Asri.
Disisi lain, istri pertama terdakwa yang mengetahui suaminya diam-diam menikah lagi, mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama (PA) Sukoharjo pada 2022 lalu untuk membatalkan perkawinan terdakwa dengan korban. Gugatan itu dikabulkan sehingga status perkawinan terdakwa dengan korban gugur.
“Pasca menikah, korban dan orang tuanya sebenarnya juga curiga dengan kebiasaan terdakwa. Ia itu Senin sampai Kamis alasannya kerja keluar kota, tapi ternyata tidur di tempat istrinya yang sah. Kemudian Jum’at sampai Minggu tidur di rumah korban,” ungkapnya.
Merasa menjadi korban penipuan luar dalam, korban kemudian membuat laporan ke Polres Sukoharjo tentang tindak pidana pemalsuan dokumen. Korban juga menyatakan telah menutup pintu maaf meskipun terdakwa sudah menyampaikan permintaan maaf.
“Dalam perkara ini terdakwa dijerat Pasal 263 Ayat (1) dan (2) tentang pemalsuan dokumen, karena ia juga membuat dan menggunakan hingga ada korban. Ancamannya pidana penjara 6 tahun,” pungkas Asri. (Sapto/ SKH)