“Seharusnya limbah cair itu masuk ke IPAL dulu sebelum dibuang mengalir ke sungai supaya aman tidak menimbulkan pencemaran. Kalau bicara bau, tentunya saat ini masih ada, apalagi kalau airnya tidak mengalir. Tetap bau karena itu limbah organik,” ujar Ihsan.
Terpisah, Ketua Lembaga Penyelamat Aset dan Anggaran Belanja Negara (LAPAAN) RI, BRM Kusumo Putro mendesak DLH agar menghentikan sementara operasional pabrik tahu selama belum ada perbaikan IPAL.
“Belum dilaksanakannya kesanggupan pabrik tahu untuk membenahi IPAL, artinya pabrik masih membuang limbah ke aliran sungai. Oleh karena itu kami meminta DLH supaya tegas menutup sementara pabrik sampai ada perbaikan IPAL,” tegasnya.
Tak hanya itu, Kusumo juga meminta agar DPUPR Sukoharjo dan Badan Pertanahan Negara (BPN) melakukan pengecekan sejumlah bangunan, termasuk pabrik tahu tersebut yang patut diduga berdiri di sempadan sungai.
“Ini perlu dilakukan untuk memastikan apakah bangunan itu berdiri diatas tanah bersertifikat atau sengaja dibangun di atas sempadan sungai. Dari informasi yang kami dapat, sungai itu dulunya memiliki lebar 6-7 meter, sekarang menyempit tersisa sekira 1 meter,” ujarnya.
Jika nanti terbukti bahwa bangunan yang berdiri di pinggir sungai tersebut menyalahi aturan, maka Kusumo meminta kepada dinas terkait untuk membongkarnya, dan dikembalikan sebagaimana fungsi sungai yang sebenarnya.
Dosen UMM Ciptakan Produk Pakaian Lewat Teknik Ramah Lingkungan
Seperti diketahui kasus bau limbah pabrik tahu itu mengemuka setelah direspon LAPAAN RI dengan datang ke lokasi pada, Selasa (6/6/2023) lalu, berdasarkan laporan warga.
“Dalam kasus pencemaran lingkungan baik air, maupun udara, pelaku dapat dijerat UURI Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” tandas Kusumo. (Sapto)